Minggu, 15 November 2015

WAYANG KULIT TERANCAM PUNAH



Makalah

Wayang Kulit Terancam Punah










Oleh :


NAMA :  ALVIN WIBIANTO P

NPM : 10315588

KELAS: 1TA07




FAKULTAS TEKNIK SIPIL
 UNIVERSITAS  GUNADARMA


Daftar Isi

 I.   Latar Belakang.......................................................................................................................... 3

 Wayang Kulit Terancam Punah, Banyak Dalang Sepi Penonton.............................................. 3

 75 Jenis Wayang Punah............................................................................................................. 3

 II.   Perumusan Masalah................................................................................................................ 5

 Jenjang Karir Dalang.................................................................................................................. 6

 Wayang bukan Acara Komersial................................................................................................ 6

 Sepi Pengunjung Museum......................................................................................................... 6

 Kendala Biaya, Durasi dan Bahasa............................................................................................ 6

 Pemaknaan Hiburan yang Berbeda........................................................................................... 7

 III.     Kajian Pustaka....................................................................................................................... 8

 III.I.   Teori Komunikasi............................................................................................................... 8

 III.I.I.    Proses Komunikasi..................................................................................................... 9

 III.I.II.    Jenis-Jenis Komunikasi........................................................................................... 11

 III.I.III.   Fungsi Komunikasi................................................................................. 12

 III.II.   Wayang.......................................................................................................... 14


 III.II.II.   Jenis - Jenis Wayang................................................................ ............ 16

 III.II.III.     Museum Wayang................................................................................. 18

 IV.    Kesimpulan........................................................................................................ 19


 Lucunya Wayang Unyu untuk Facebook Messenger......................................... 20

 Wayang Kulit Membuat Kuliah Tambah Menarik................................................ 21

 Daftar Pustaka.......................................................................................................... 22


I.                Latar Belakang

Permasalahan wayang kulit terancam punah akhir-akhir ini muncul melalui media massa, Berikut beberapa berita mengenai permasalahan wayang punah.

Wayang Kulit Terancam Punah, Banyak Dalang Sepi Penonton

Dunia seni wayang kulit Indonesia kini menghadapi problem yang serius. Bukan terkait jumlah dalang, tapi jumlah penonton kian lama kian menyusut. "Kalau dari segi jumlah dalang, kita mencukupi. Kita mempunyai perguruan tinggi yang mempunyai jurusan pedalangan, sanggar wayang di seluruh Indonesia. Saat ini jumlah dalang hampir 2000-an, tapi penonton makin sedikit, " tutur Suparmin Sunjoyo, Ketua Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Sena Wangi) di selasela konferensi pers Wayang Summit di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, Kamis (22/11/2012). Dikatakan, saat ini 80 persen penonton wayang berusia di atas 50 tahun. Untuk itu, pihaknya telah mengusulkan untuk memasukan wayang menjadi bagian kurikulum di pelajaran sekolah. "Sayangnya sampai sekarang belum direspon. Kenapa perlu masuk kurikulum karena akan menjadi kewajiban," katanya. (Laporan Wartawan Tribunnews, Eko Sutriyanto)

Lantas bagaimana mendorongnya supaya wayang tetap eksis? Disamping mengenalkan sejak dini di sekolah, kita mengikuti selera yg diinginkan, misalnya menggunakan bahasa Indonesia. "Durasi diganti dari semalam suntuk jadi 2-3 jam dan cerita menyangkut situasi sekarang. Juga gending, instrumen yang akan jadi daya tarik," kata mantan Duta Besar Indonesia untuk Suriname ini. (Laporan Wartawan Tribunnews, Eko Sutriyanto)

75 Jenis Wayang Punah

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekitar 75 jenis wayang yang menjadi kekayaan budaya Indonesia kini telah punah. Hanya sekitar 25 jenis wayang yang saat ini masih bertahan dengan jumlah komunitas dan penonton cukup banyak. Semestinya, dengan diakuinya wayang oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebagai mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada 2003, wayang bisa lebih berkembang di Tanah Air. Kenyataannya, pemerintah belum memiliki arah dan strategi yang jelas dalam pengembangan wayang. ”Pada masa Orde Baru, institusi pemerintah, mulai dari Istana hingga pemerintahan desa, sering mementaskan wayang. Kini, kami seperti dibiarkan sendiri,” kata Ketua Umum Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Ekotjipto saat berkunjung ke Redaksi Kompas di Jakarta,



Selasa (20/8/2013). Selain kurangnya perhatian pemerintah, perkembangan zaman telah membawa perubahan kebudayaan dan peradaban sehingga wayang yang merupakan kesenian tradisional semakin ditinggalkan. Tak heran beberapa jenis wayang punah dan tak bisa lagi ditonton masyarakat, seperti wayang suket, wayang klitik, wayang krucil, wayang gedog, dan wayang beber. Adapun wayang yang masih digemari masyarakat sehingga masih cukup eksis antara lain wayang kulit purwa Jawa dengan berbagai gaya, baik Surakarta, Yogyakarta, Jawa Timuran, Banyumasan, Cirebonan, maupun Betawi. Begitu pula wayang golek Sunda, wayang Bali, dan wayang sasak Lombok masih banyak penggemarnya. Meski penggemar wayang menurun, kata Ekotjipto, animo masyarakat untuk terjun ke dunia pedalangan cukup tinggi. Ini ditunjukkan dengan banyaknya peserta pada setiap lomba pencarian bibit dalang yang digelar Pepadi. ”Peminat paling banyak justru untuk dalang anak-anak dan remaja,” kata Ekotjipto. Upaya yang dapat dilakukan agar wayang terhindar dari kepunahan antara lain dengan memasukkan wayang dalam pendidikan formal. Selain itu, juga memasukkan wayang dalam perangkat komunikasi modern sehingga mudah dijangkau anak-anak atau generasi muda. Saat ini terdapat 15.000 seniman pedalangan yang masih eksis. Sementara jumlah dalang di seluruh Indonesia tercatat 6.000 orang.




II.                Perumusan Masalah

Berikut diagram pencarian dalam upaya pencarian rumusan masalah :



Jenjang Karir Dalang

"Kalau dari segi jumlah dalang, kita mencukupi. Kita mempunyai perguruan tinggi yang mempunyai jurusan pedalangan, sanggar wayang di seluruh Indonesia. Saat ini jumlah dalang hampir 2000-an, tapi penonton makin sedikit, " tutur Suparmin Sunjoyo, Ketua Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Sena Wangi) di selasela konferensi pers Wayang Summit di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, Kamis (22/11/2012).

Melihat fenomena tersebut disebutkan bahwa tersedianya sekolah dalang dan jumlah dalang hampir 2000-an, namun tetap saja sepi pengunjung. Penulis menilai jenjang karir dalang memang bukan masalah yang paling utama dalam terancamnya wayang kulit untuk punah, namun harus menjadi perhatian agar kedepan profesi dalang merupakan profesi yang mampu mengangkat citra bahwa dalang juga sebagai profesi yang menjanjikan.

Wayang bukan Acara Komersial

Melihat dari keberadaan wayang sebagai aset kebudayaan menjadikan wayang bukan menjadi pilihan para penyelenggara kegiatan untuk mencari pemasukan dana. Hal ini terlihat dari beberapa kegiatan acara wayang dilaksanakan untuk memperingati sebuah acara keagamaan dan pemerintahan tanpa dipungut biaya.

Sepi Pengunjung Museum

Penulis melihat bahwa sepinya pengunjung museum wayang kulit bisa menjadi faktor pemicu terancamnya wayang kulit untuk “punah”. Punah bukan berarti hilang, namun posisinya menjadi tergantikan oleh tempat tujuan lain, seperti tempat perbelanjaan yang lokasinya dekat dengan perkotaan.

Kendala Biaya, Durasi dan Bahasa

Penulis menilai faktor penyebab terancamnya wayang kulit untuk punah. Faktor biaya, durasi, dan bahasa menjadi faktor penentu dalam terancamnya wayang kulit untuk punah. Disebutkan bahwa untuk setiap pertunjukan wayang membutuhkan biaya minimal 10 juta rupiah, hal ini dikarenakan biaya sewa tempat, dan alat. Belum ada lokasi publik permanen yang dapat digunakan untuk pertunjukan wayang. Selain itu durasi pertunjukan wayang yang memakan waktu hingga semalam suntuk membuat pertunjukan ini kurang diminati, khususnya oleh anak-anak. Faktor lainnya adalah penggunaan bahasa Jawa dalam setiap penyampaian



ceritanya. Tentu saja hal ini menjadi persoalan bagi para penonton yang tidak memahami bahasa Jawa. Hal ini bias saja disebabkan oleh kurikulum bahasa Jawa yang tidak masuk menjadi pelajaran wajib di sekolah, sehingga penggunaannya maupun pengertiannya akan susah dipahami. Duta besar Suriname memberikan saran untuk mengenalkan bahasa daerah sejak dini di sekolah serta mengikuti selera yg diinginkan, misalnya menggunakan bahasa Indonesia, kemudian durasi diganti dari semalam suntuk jadi 2-3 jam dan cerita menyangkut situasi sekarang. Juga gending, instrument musikal diolah untuk lebih memiliki daya tarik.

Pemaknaan Hiburan yang Berbeda

Berada di era teknologi dan informasi yang pesat, menimbulkan pergeseran pemaknaan akan hiburan. Sebelum munculnya era teknologi, salah satu kegiatan masyarakat untuk mencari hiburan adalah dengan menonton wayang, kegiatan ini diikuti oleh orang dewasa maupun anak-anak, bahkan durasinya pun semalam suntuk, namun di era modern ini, masyarakat tidak perlu keluar rumah karena bisa mendapatkan hiburan yang sangat beragam melalui televisi maupun internet.



III.            Kajian Pustaka


III.I.      Teori Komunikasi

Secara kodrati manusia merupakan mahluk monodualistis, artinya selain sebagai mahluk individu manusia juga berperan sebagai mahluk sosial. Menurut Aristoteles, mahluk sosial merupakan zoon politicon yang berarti manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan manusia lain untuk bertahan hidup dan dituntut untuk saling bekerjasama. Dalam proses interaksi antar manusia tersebut terciptalah komunikasi.

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak yang lain. Pada umumnya komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu misalnya tersenyum, menggelengkan kepala atau mengangkat bahu. Cara ini disebut komunikasi nonverbal.

Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Profesor Wilbur Schramm menyebutnya bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.

"Tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi."-Schramm (1982).

Kemudian apa yang mendorong manusia sehingga ingin berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dalam teori dasar Biologi menyebut adanya dua kebutuhan, yakni kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia.



"Human communication is the process through which individuals –in relationships, group, organizations and societies—respond to and create messages to adapt to the environment and one another."-Ruben dan Steward(1998:16) - Komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.

"Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan, siapa?, mengatakan apa?, dengan saluran apa?, kepada siapa?, dengan akibat atau hasil apa? (who? says what? in which channel? to whom? with what effect?)."- Lasswell (1960).

Menurut Forsdale (1981) seorang ahli pendidikan terutama ilmu komunikasi : Dia menerangkan dalam sebuah kalimat bahwa “communication is the process by which a system is established, maintained and altered by means of shared signals that operate according to rules”. Komunikasi adalah suatu proses dimana suatu sistem dibentuk, dipelihara, dan diubah dengan tujuan bahwa sinyal-sinyal yang dikirimkan dan diterima dilakukan sesuai dengan aturan.

III.I.I.    Proses Komunikasi

Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup manusia karena merupakan cara bagi manusia untuk saling berhubungan. Kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata latin communis yang berarti sama, communico, communicatio, atau communicare yang berarti membuat sama (to make common)1.

Menurut Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson, komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna2. Oleh karena itu, tujuan utama dari komunikasi adalah terjadinya kesamaan dalam memahami makna antara manusia yang berkomunikasi.

Claude Shannon dan Warren Weaver pada tahun 1949 memperkenalkan diagram komunikasi sebagai berikut:


Diagram III.1. Model Komunikasi Shannon-Weaver
(Sumber : http://www.cscd.osaka-u.ac.jp/user/rosalde/080616miomio.html)


1  Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Rosdakarya, halaman 46.

2   Ibid., 76



Diagram tersebut menjelaskan bahwa di dalam sebuah komunikasi harus terdapat unsur-unsur, seperti sumber pesan, pesan, penyampai pesan, saluran, penerima pesan, dan tujuan yang ingin dicapai. Adapun unsur lain yang juga harus diperhatikan adalah gangguan / kendala komunikasi (noise/barriers) yang harus direkduksi.

Sementara Harold lasswell kemudian menambahkan bahwa di dalam komunikasi, selain harus terdapat unsur-unsur Siapa, Berkata Apa, dengan Saluran Apa, dan Kepala Siapa, juga harus ada unsur dengan Efek Bagaimana3. Suatu komunikasi tidak hanya berhenti hanya sampai pada tahap pesan berhasil sampai kepada penerimanya, tetapi setelah itu harus ada efek yang timbul dari hasil penyampaian pesan tersebut, baik efek pada penerima maupun penyampai pesan.

Di dalam komunikasi manusia, saluran untuk menyampaikan pesan menjadi sangat penting karena tanpa saluran tersebut pesan dari penyampai tidak akan pernah bisa sampai kepada penerima. Saluran di dalam komunikasi lebih lanjut terbagi menjadi tiga jenis, yaitu saluran (channel), medium,dan kode.

Menurut John Fiske, saluran (channel) adalah wujud fisik dari segala hal yang bisa meneruskan sinyal-sinyal informasi4. Salah satu contohnya adalah gelombang cahaya. Sementara medium merupakan wujud fisik dari hal-hal yang dapat mengkonversikan pesan menjadi sinyal-sinyal yang dapat diteruskan melalui saluran5. Contoh medium adalah tulisan, radio, televisi, foto, dan juga bangunan. Kode merupakan sistem pemaknaan yang dipahami bersama oleh suatu kelompok budaya atau sub-budaya6, salah satu contoh kode adalah lampu lalu lintas.

Keberadaan tiga jenis saluran tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Medium dapat diindera karena adanya saluran perantara (chanel) yang menghubungkan indera manusia dengan wujud fisik medium, kemudian pesan yang terkandung di dalam medium dapat dimaknai karena mengandung kode-kode tertentu yang diorganisasikan sesuai dengan sistem yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat.







Berangkat dari paradigma Lasswell, Effendy (1994:11-19) membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu:

a)  Proses Komunikasi Secara Primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan nonverbal (kial/gesture, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya) yang secara langsung dapat/mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

b)  Proses Komunikasi Sekunder


Proses  komunikasi  secara  sekunder  adalah  proses  penyampaian  pesan  oleh
komunikator kepada
komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua
setelah memakai
lambang sebagai media pertama.

Seorang komunikator menggunakan media ke dua dalam menyampaikan komunikasi ke

komunikan sebagai sasaran yang berada di tempat relatif jauh atau jumlahnya banyak.
Surat,
telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, adalah media kedua yang
sering
digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan
media yang
dapat diklasifikasikan sebagai media massa (surat kabar, televisi, radio, dsb.)
dan media
nirmassa (telepon, surat, megapon).
III.I.II.
Jenis-Jenis Komunikasi

Jenis-jenis komunikasi dalam organisasi antara lain:





a)  Komunikasi formal dan informal

Komunikasi formal adalah komunikasi yang mengikuti rantai komando yang dicapai oleh hirarki wewenang. Komunikasi informal adalah komunikasi yang terjadi diluar dan tidak tergantung pada herarki wewenang. Komunikasi informal ini timbul karena adanya berbagai maksud, yaitu

-  Pemuasan kebutuhan manusiawi,
-  Perlawanan terhadap pengaruh yang monoton dan membosankan,
-  Keinginan untuk mempengaruhi perilaku orang lain,
-  Sumber informasi hubungan pekerjaan.

b)    Komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, dan komunikasi lateral


Komunikasi kebawah mengalir dari peringkat atas ke bawah dalam herarki. Komunikasi

ke atas adalah berita yang mengalir darin peringkat bawah ke atas atas suatu organisasi.

Komunikasi     lateral adalah sejajar antara mereka yang berada tingkat satu wewenang.

c)  Komunikasi satu arah dan dua arah

Komunikasi satu arah, pengirim berita berkomunikasi tanpa meminta umpan balik, sedangkan komunikasi dua arah adalah penerima dapat dan memberi umpan balik.

Komunikasi efektif yaitu komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude change) pada orang lain yang bisa terlihat dalam proses komunikasi. Tujuan dari Komunikasi Efektif sebenarnya adalah memberi kan kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara pemberi informasi dan penerima informasi sehingga bahasa yang digunakan oleh pemberi informsi lebih jelas dan lengkap, serta dapat dimengerti dan dipahami dengan baik oleh penerima informasi, atau komunikan. tujuan lain dari Komunikasi Efektif adalah agar pengiriman informasi dan umpan balik atau feed back dapat seinbang sehingga tidak terjadi monoton. Selain itu komunikasi efektif dapat melatih penggunaan bahasa nonverbal secara baik.

Menurut Mc. Crosky Larson dan Knapp mengatakan bahwa komunikasi yang efektif dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi derajatnya antara komunikator dan komunikan dalam setiap komunikasi. Komunikasi yang lebih efektif terjadi apabila komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap dan bahasa. Komunikasi dapat dikatakan efektif apa bila komunikasi yang dilakukan dimana:

a)    Pesan dapat diterima dan dimengerti serta dipahami sebagaimana yang dimaksud oleh pengirimnya.

b)    Pesan yang disampaikan oleh pengirim dapat disetujui oleh penerima dan ditindaklanjuti dengan perbuatan yang diminati oleh pengirim.

c)    Tidak ada hambatan yang berarti untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menindaklanjuti pesan yang dikirim.

III.I.III. Fungsi Komunikasi

William I. Gorden (dalam Deddy Mulyana, 2005:5-30) mengkategorikan fungsi komunikasi menjadi empat, yaitu:

a)  Sebagai komunikasi sosial


Fungsi  komunikasi  sebagai  komunikasi  sosial  setidaknya  mengisyaratkan  bahwa

komunikasi itu

penting  untuk  membangun
konsep
diri
kita,
aktualisasi  diri,
untuk
kelangsungan hidup, untuk
memperoleh
kebahagiaan,
terhindar
dari
tekanan
dan
ketegangan, antara lain lewat komunikasi
yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan
hubungan orang lain. Melalui komunikasi
kita  bekerja  sama  dengan  anggota  masyarakat
(keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi,
RT, desa,
...,
negara
secara keseluruhan)
untuk mencapai tujuan bersama.








b)  Sebagai komunikasi ekspresif








Komunikasi berfungsi untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-
perasaan
tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan
sayang, peduli,
rindu,
simpati, gembira, sedih, takut,
prihatin,
marah
dan benci
dapat
disampaikan lewat kata-
kata, namun bisa disampaikan secara lebih ekpresif lewat perilaku
nonverbal. Seorang ibu
menunjukkan
kasih
sayangnya
dengan
membelai
kepala

anaknya. Orang dapat menyalurkan kemarahannya dengan mengumpat, mengepalkan tangan

seraya melototkan matanya, mahasiswa   memprotes   kebijakan   penguasa   negara   atau

penguasa kampus dengan melakukan      demontrasi.

c)  Sebagai komunikasi ritual

Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan

sepanjang
hidup, yang disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara
kelahiran,
sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, dan lain-lain. Dalam
acara-acara itu
orang
mengucapkan  kata-kata  atau  perilaku-perilaku  tertentu  yang
bersifat simbolik. Ritual-
ritual lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca





kitab suci, naik haji, upacara bendera  (termasuk  menyanyikan  lagu  kebangsaan),  upacara

wisuda, perayaan lebaran (Idul      Fitri)  atau  Natal,  juga adalah  komunikasi  ritual.  Mereka

yang berpartisipasi dalam bentuk    komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen

mereka kepada tradisi keluarga,     suku, bangsa. Negara, ideologi, atau agama mereka.

d)  Sebagai komunikasi instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan tindakan, dan juga menghibur. Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunikasi membuat kita peka


terhadap berbagai strategi yang dapat kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih

baik dengan orang lain demi keuntungan bersama. Komunikasi
berfungsi
sebagi
instrumen
untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan
pekerjaan,
baik  tujuan  jangka  pendek
ataupun
tujuan jangka panjang. Tujuan jangka
pendek   misalnya
untuk
memperoleh
pujian,
menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh
simpati,
empati,
keuntungan
material,
ekonomi, dan politik, yang antara lain dapat diraih
dengan
pengelolaan
kesan
(impression
management), yakni taktik-taktik verbal dan nonverbal,
seperti
berbicara
sopan,
mengobral
janji, mengenakankan pakaian necis, dan
sebagainya

yang
pada
dasarnya
untuk
menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita
seperti yang kita inginkan.













Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian komunikasi, misalnya keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing ataupun keahlian menulis. Kedua tujuan itu

(jangka pendek dan panjang) tentu saja saling berkaitan dalam arti bahwa pengelolaan  kesan

itu  secara  kumulatif  dapat  digunakan  untuk  mencapai  tujuan  jangka  panjang  berupa

keberhasilan dalam karier, misalnya untuk memperoleh jabatan, kekuasaan,     penghormatan

sosial, dan kekayaan.


III.II.     Wayang

Wayang adalah seni pertunjukkan asli  Indonesia yang berkembang pesat di  Pulau Jawa dan  Bali. Selain itu beberapa daerah seperti  Sumatera dan  Semenanjung Malaya juga memiliki beberapa budaya wayang yang terpengaruh oleh kebudayaan  Jawa dan  Hindu.

 UNESCO, lembaga yang membawahi kebudayaan dari  PBB, pada  7 November  2003 menetapkan wayang sebagai pertunjukkan bayangan boneka tersohor dari  Indonesia, sebuah warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).

Sebenarnya, pertunjukan boneka tak hanya ada di Indonesia karena banyak pula negara lain yang memiliki pertunjukan  boneka. Namun pertunjukan bayangan boneka (Wayang) di Indonesia memiliki gaya tutur dan keunikan tersendiri, yang merupakan mahakarya asli dari Indonesia. Untuk itulah  UNESCO memasukannya ke dalam  Daftar Representatif Budaya  Takbenda Warisan Manusia pada tahun 2003.

Wayang, yang diartikan sebagai bayang, mengandung 2 makna yang tersirat yaitu :



(1)  Bayangan yang ditonton (dari belakang layar), menggambarkan bahwa setiap perilaku manusia, baik atau buruk, dapat dilihat dan dinilai oleh orang lain tanpa memandang fisik, jabatan atau kekayaannya.

(2)  Bentuk fisik wayang, yang menggambarkan sifat dan perilaku setiap tokoh wayang tersebut. Filsafat dunia wayang dijabarkan dalam 3 macam cara yaitu : sosok (bentuk), karakter/sifat, dan ucapan/pandangan/ajarannya.

Setiap cerita dan percakapan dalam pertunjukan wayang mengandung pelajaran hidup dan wejangan (nasehat) yang bagus. Demikian pula karakter masing-masing wayang juga menunjukkan bahwa sifat manusia bermacam-macam, sebab akibat dari perilaku tokoh wayang dalam setiap cerita dapat menjadi inspirasi dan pelajaran hidup bagi para penontonnya.

Muka wayang ada yang berwarna merah, hitam, dan putih. Warna merah menunjukkan seorang yang memiliki sifat tegas dan keras serta menjadi panutan bagi bawahannya. Warna hitam menggambarkan seorang satria yang memiliki kemantapan diri sebagai panutan, sedangkan warna putih menggambarkan sifat kedewataan (bersih, bijaksana) atau sebaliknya perangai yang tak konsisten. Selain muka wayang, ciri fisik lain seperti lengan wayang juga mengandung makna. Ada wayang yang lengan atau tangannya dua, ada yang tangannya dua, tapi yang satu dimasukkan ke saku (raksasa), dan lain-lain.

Pertunjukan wayang selalu dilengkapi dengan layar yang disorot lampu (menggambarkan matahari), dan tokoh wayangnya berdiri menancap di gedebok pisang (sebagai bumi). Tokoh wayang digerakkan oleh dalang, yang juga menyampaikan cerita dan percakapan antar tokoh wayang tersebut.

III.II.I.  Sejarah Perkembangan Bentuk dan Fungsi Wayang

Wayang yang kita saksikan dalam pagelaran-pagelaran pada umumnya dapat dibedakan dalam wujud dua dimensional dan tiga dimensional. Contoh wayang tiga dimensional adalah wayang golek, wayang klitik, wayang tengul, sedangkan contoh wayang dua dimensional adalah wayang beber, wayang kulit (purwa), dan wayang wahyu.

Wayang diciptakan bukan sekedar untuk dinikmati bentuknya, tetapi dimaksudkan sebagai suatu wahana komunikasi antara dalang dengan penontonnya. Sehingga selain mempunyai wujud yang dapat dinikmati secara visual, wayang juga mempunyai “arti” yang diperlambangkan, yaitu :

a)  Wayang dimaksudkan dengan bayangan



Semua wayang dipentaskan pada waktu malam hari dengan menggunakan penerangan yang disebut “blencong”. Cahaya blencong itu menimpa gambar yang ada di depan kelir (layar) sehingga menghasilkan bayangan diatas layar. Bayangan itulah yang disebut dengan wayang atau pertunjukan. (Pradnya paramita. 1981:71)

b)  Wayang sebagai lambing perikehidupan manusia

Dewasa ini melihat wayang dapat dilakukan dari dua arah pandang yaitu depan kelir dan belakang kelir. Menurut Seno Sastroamijoyo (1964) bagian yang di depan kelir yaitu bagian yang terang melambangkan suatu kehidupan di alam fana, sedang di belakang kelir atau bagian gelap, melambangkan kehidupan di alam baka. (Seno Sastroamijoyo, 1964:71)

c)  Wayang sebagai lambang perwatakan manusia

Pada waktu kita melihat pementasan wayang, kita dapat melihat bermacam-macam bentuk figur wayang. Perbedaan tersebut bukanlah hanya segi visualnya saja melainkan pesan yang terdapat pada bentuk figur tersebut juga akan berlainan. Misalnya tokoh Janoko yang mempunyai bentuk figur demikian luruh sebagai lambing dari watak kesatria yang rendah hati itu akan berlainan dengan bentuk Drona yang licik. (Edy Sedyawati, 1981:15)

III.II.II. Jenis - Jenis Wayang

Jenis-jenis wayang menurut bahan pembuatan terbagi menjadi:

I.      Wayang Kulit

·          Wayang Madya
·          Wayang Gedog

·          Wayang Dupara
·          Wayang Wahyu

·          Wayang Suluh

·          Wayang Kancil

·          Wayang Calonarang

·          Wayang Krucil

·          Wayang Ajen

·          Wayang Sasak

·          Wayang Sadat

·          Wayang Parwa

·          Wayang Arja

·          Wayang Gambuh
·          Wayang Cupak
·          Wayang Beber



2.       Wayang Kayu

·          Wayang Golek/Wayang  Thengul
·          Wayang Menak
·          Wayang Papak/Wayang  Cepak

·          Wayang Klithik
·          Wayang Timplong
·          Wayang Potehi

3.       Wayang Orang

·          Wayang Gung

·          Wayang Topeng

4.       Wayang Rumput

·          Wayang Suket

Wayang suket merupakan bentuk tiruan dari berbagai figur wayang kulit yang terbuat dari rumput (bahasa Jawa: suket). Wayang suket biasanya dibuat sebagai alat permainan atau penyampaian cerita perwayangan pada anak-anak di desa-desa Jawa.

Untuk membuatnya, beberapa helai daun rerumputan dijalin lalu dirangkai (dengan melipat) membentuk figur serupa wayang kulit. Karena bahannya, wayang suket biasanya tidak bertahan lama. Seniman asal Tegal, Slamet Gundono, dikenal sebagai tokoh yang berusaha mengangkat wayang suket pada tingkat pertunjukan panggung.Bahkan jika menyebut wayang suket, sekarang sudah lekat dengan pertunjukan wayangnya Slamet Gundono lulusan STSI Pedalangan yang kini menetap di Solo. Wayang Suket slamet Gundono, awalnya bermediakan wayang yang terbuat dari suket, namun Slamet Gundono lebih mengandalkan unsur teatrikal dan kekuatan berceritera. Dalam pementasan wayang suketnya, Slamet Gundono menggunakan beberapa alat musik yang teridiri dari gamelan, alat petik, tiup dan beberapa alat musik tradisi lainnya.

Slamet juga dibantu beberapa pengrawit, penari yang merangkap jadi pemain, untuk melengkapi pertunjukannya. Seting panggungnya berubah-ubah sesuai tema yang ditentukan. Media bertutur Slamet Gundono tidak hanya wayang suket tetapi juga wayang kulit dan kadang memakai dedaunan untuk dijadikan tokoh wayang. Kehebatan bertutur (pendongeng) dalang satu ini sudah tidak diragukan lagi. Banyak kalangan Dalang muda yang memuji kemampuan bertutur Slamet Gundono. Misalnya Ki Sigit Ariyanto; " Jangkan dengan wayang, dengan pecahan genteng atau serpihan plastik Gundono dapat mendalang dengan baik". Bahkan



menurut Ki Bambang Asmoro, dengan media yang ada, Slamet Gundono bisa menuntun penonton ke dalam emajinasi yang lebih dalam, sehingga roh atau esensi wayang sebagai pertunjukan bayangan "wewayanganing aurip" menjadi lebih bermakna dan multi tafsir.

Jenis-jenis wayang menurut asal daerah, beberapa seni budaya wayang selain menggunakan  bahasa Jawa,  bahasa Sunda, dan  bahasa Bali juga ada yang menggunakan  bahasa Melayu lokal seperti  bahasa Betawi,  bahasa Palembang, dan  bahasa Banjar. Beberapa diantaranya antara lain:

1.       Wayang Surakarta

2.       Wayang Jawa Timur

3.        Wayang Bali

4.       Wayang Sasak  (NTB)


6.       Wayang Palembang  (Sumatera Selatan)
7.       Wayang Betawi  (Jakarta)
8.       Wayang Cirebon  (Jawa Barat)
9.       Wayang Madura (sudah punah)

III.II.III. Museum Wayang

Museum Wayang Kekayon adalah museum mengenai wayang yang ada di kota  Yogyakarta, tepatnya di Jl. Raya Yogya-Wonosari Km. 7, kurang lebih 1 km dari Ring Road Timur. Museum yang didirikan pada tahun  1990 ini memiliki koleksi berbagai  wayang dan  topeng serta menampilkan sejarah wayang yang diperkenalkan mulai dari abad ke-6 sampai abad ke-20. Wayang-wayang di dalam museum ini terbuat baik dari  kulit,  kayu,  kain, maupun  kertas.

Sama halnya dengan  museum Wayang di  Jakarta, museum ini mempunyai beberapa jenis wayang, seperti:  wayang Purwa,  wayang Madya (menceritakan era pasca perang  Baratayuda),  wayang Thengul,  wayang Klithik (mengisahkan  Damarwulan dan  Minakjinggo),  wayang beber,  wayang Gedhog (cerita Dewi  Candrakirana),  wayang Suluh (mengenai sejarah perjuangan kemerdekaan  Indonesia), dan lain lain. Berkaitan dengan wayang Purwa, museum ini memiliki beberapa poster yang menggambarkan strategi perang yang dipakai dalam perang  Baratayuda antara keluarga  Pandawa dan  Kurawa, yaitu: strategi  Sapit Urang dan strategi Gajah.


IV.       Kesimpulan

Dari hasil analisis diatas penulis menyimpulkan bahwa poin penting yang menjadi masalah dalam terancamnya wayang kulit untuk punah adalah kendala biaya, durasi dan bahasa, selain itu yang perlu diperhatikan adalah pergeseran makna hiburan yang terjadi pada saat ini. Berikut merupakan contoh kasus yang bisa menjadi rekomendasi sebagai upaya dalam mencegah terancamnya wayang kulit untuk punah :

Indonesia Selenggarakan Wayang World Puppet Carnival 2013
Seorang dalang cilik, Jose Amadeus Krisna (14) mainkan wayang kulit dengan lakon Dewaruci pada Road Show World of Wayang di Aula SMA Karangturi, Jalan Raden Patah, Kota Semarang, Rabu (05/06/2013). Pementasan yang berdurasi 30 menit ini untuk mengenalkan kembali kesenian Jawa dikalangan pelajar. (Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan).


Lucunya Wayang Unyu untuk Facebook Messenger
 Facebook memperkenalkan koleksi album stiker baru yang dinamakan "Wayang Unyu" khusus untuk pengguna aplikasi Facebook maupun Facebook Messenger asal Indonesia. Koleksi stiker ini terdiri dari 40 ilustrasi tokoh pewayangan Punakawan, yakni Petruk, Gareng, Bagong, Semar, dan Srikandi.


Wayang Kulit Membuat Kuliah Tambah Menarik
Pada kesempatan itu, Ki Poerwahadiningrat atau Prof Dr Andrik Purwasito DEA menampilkan pertunjukan Petruk Mabar Piwulang sebagai sarana menyampaikan materi kuliah Geografi Politik. Pementasan wayang kulit tersebut bakal dipamerkan pada acara Expo UNS tahun 2013 dalam rangka Dies Natalis ke-37 UNS, di Student Center Kampus Universitas Sebelas Maret (UNS).

“Sifat wayang kulit itu fleksibel. Wayang hidup sepanjang masa. Tidak hanya di bangku kuliah. Wayang kulit bisa dipakai untuk sistem pembelajaran di sekolah. Dengan memakai wayang kulit, bagi yang belum tahu menjadi tahu dan cara ini lebih menarik karena ada unsur tontonannya,” terang Ki Purba Asmoro.


Daftar Pustaka

Cangara, Hafidz. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Effendy, Onong Uchjana. Komunikasi Teori dan Praktek: Remaja Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo.

Fiske, John. 1990. Introduction to Communication Studies. London dan New York: Routledge.

Littlejohn,  Stephen W.  2001.  Theories  of  Human  Communication.  USA: Wadsworth

Publishing.

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Rosdakarya. Paramita, Pradnya. 1981. Ringkasan Sejarah Wayang. Jakarta: Pradnya Paramita.

Ruben, Brent D., Stewart Lea, P. 2005. Communication and Human Behaviour. USA: Alyn and Bacon.

Sastroamijoyo,  Seno.  1964.  Renungan  tentang  Pertunjukan  Wayang  Kulit.  Jakarta:

Kinta.




http://www.solopos.com/2013/03/07/wayang-kulit-membuat-kuliah-tambah-menarik-386028

Tidak ada komentar:

Posting Komentar